Hizburt Tahrir Indonesia (HTI) merupakan bagian dari Hizbut Tahrir (HT) pusat
internasional yang didirikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani, ulama berkebangsaan Palestina,
pada tahun 1953 di al-Quds, Yordania. HT adalah partai politik yang
berideologikan Islam sebagai aktivitas utama misi HT. Politik bagi HT pada dasarnya adalah mengatur dan
memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum dan pemecahan Islam. Dengan demikian, HTI mendefinisikan
dirinya sebagai parpol dengan menegasikan bahwa dirinya bukan kelompok yang
hanya berdasarkan pada kerohanian semata, bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan,
dan bukan pula lembaga sosial.
Tujuan HT adalah melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah
Islam ke seluruh penjuru dunia. Ini berarti mengajak kaum Muslim untuk hidup
secara Islami dan seluruh aktivitas kehidupan di dalamnya diatur sesuai dengan hukum
syara‘. Pandangan hidup yang akan menjadi pusat perhatiannya adalah halal dan haram,
di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu Daulah Khilafah, yang
dipimpin oleh seorang khalifah yang diangkat dan dibaiat oleh kaum Muslim untuk
didengar dan ditaati, dan agar menjalankan pemerintahannya berdasarkan
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
Era reformasi, yang ditandai dengan euphoria politik dan terbukanya kran-kran
kebebasan berekspresi dimanfaatkan oleh berbagai gerakan Islam yang menuntut
kembali penegakan syariah Islam. Aktor gerakan yang muncul pada masa ini
berbeda dengan aktor gerakan Islam lama, seperti NU, Muhammadiyah, Persis,
al-Irsyad, al-Wasliyyah dan lainnya. Gerakan mereka berada di luar kerangka mainstream
proses politik, maupun wacana dalam kelompok Islam dominan.
Kelompok-kelompok HTI, MMI, FPI, dan Lasykar Jihad merupakan representasi
generasi baru gerakan Islam di Indonesia.
Hizbut Tahrir Indonesia disingkat HTI adalah yang paling solid dan
memiliki jaringan paling luas (internasional) di antara gerakan-gerakan baru
yang giat menegakkan syariah Islam tersebut. Bahkan, HTI juga yang paling
radikal, dalam arti, HTI tidak hanya bercitacita menegakkan syariah Islam tapi
juga mendirikan Khilafah Islam. Menurut HTI penegakan syariah Islam secara
total (kaffah) hanya dapat diwujudkan dalam kerangka negara khilafah Islam,
bukan dalam sistem kerajaan, parlementer, federal, imperium ataupun NKRI. Beberapa
konsep sistematis syariah upaya HTI dalam mewujudkan cita-cita sistem khilafah.
HTI memiliki konsep yang paling jelas di antara
gerakan penegak syariah Islam lainnya. Syariah Islam adalah perundang-undangan
yang diturunkan Allah Swt. melalui Rasulullah Muhammad Saw. untuk seluruh umat
manusia baik menyangkut ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun
muamalah (pemerintahan, ekonomi, pendidikan, peradilan, dll) guna meraih
kehidupan di dunia maupun di akhirat. Jadi, syariah menurut HTI mencakup semua
aspek kehidupan. Di samping syariah Islam memiliki cakupan yang sangat luas
sebagaimana definisi di atas, hukum-hukum syara’ juga memiliki varian yang
sangat beragam terutama yang tidak diatur secara tegas dalam nash Al-Quran
maupun Sunnah. Hukum-hukum yang tidak diatur
dalam nash secara tegas telah melahirkan multi-interpretatif dan
karenanya melahirkan berbagai mazhab yang sangat bervariasi, terutama mazhab
hukum yang akan menjadi pedoman penegakan syariah Islam. Berbagai varian hukum
dalam Islam memunculkan pertanyaan di kalangan umat Islam, yaitu hukum-hukum
syara’ manakah yang akan dijadikan peraturan (UU) oleh negara yang
keberadaannya mengikat semua warga negara? Belum lagi pertanyaan yang berkaitan
dengan dikotomi warga negara Muslim dan non-Muslim, yaitu apakah warga non-Muslim
juga harus melaksanakan syariah Islam dalam beribadah dan berakidah yang berarti
pula bahwa non-Muslim harus menjadi Muslim?
Adapun sistem pemerintahan Islam yang berbentuk
khilafah Islamiyah, dibangun di atas empat pilar, yaitu: pertama, kedaulatan milik syara’ yang diatur oleh
Allah dengan seluruh perintah dan larangan-Nya; kedua, kekuasaan atau pemerintahan berada di tangan
umat, berdasarkan tata cara yang ditentukan syara’ dalam mengangkat khalifah
yang dipilih oleh kaum Muslim, yaitu melalui baiat; ketiga, kewajiban mengangkat hanya seorang khalifah untuk
seluruh kaum Muslim sebagai wakil mereka dalam pemerintahan; keempat, khalifah berhak
menetapkan hukum-hukum syara’ yang akan dilaksanakan dalam pemerintahan dan berhak
menentukan konstitusi (UUD) serta perundang-undangan.
Pemerintah memutuskan untuk membubarkan
dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh ormas HTI.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto memaparkan tiga
alasan pemerintah membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan
hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses
pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi
kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ketiga, aktifitas yang
dilakukan HTI
dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan
dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Pasca pernyataan pemerintah membubarkan HTI
menimbulkan pro dan kontra di beberapa wilayah di negeri ini, mengingat HTI
adalah ormas resmi dan berkuatan hukum. Disamping itu juga pertimbangan atau
pemikiran pemerintah bahwa HTI diseluruh dunia sudah dibubarkan karena
membentuk khilafah sendiri dan tidak mendukung program pemerintah dalam bingkai
NKRI.
Oleh : M. Purnaegi Safron.
Sumber :
www.kompas.com
artikel HTI.