Rabu, 28 Januari 2015

Pentingnya Membuat Latar Belakang Masalah pada Penulisan



Oleh : Mochamad Purnaegi Safron
Pembuatan penulisan seperti, proposal, penelitian, makalah, paper, skiripsi, tesis dan desertasi maupun lainnya, maka kita dihadapkan yang namanya Latar Belakang masalah. Banyak sebagian dari kita kesulitan membuat latar belakang masalah dalam bentuk penulisan. Padahal, hal itu penting dalam pembuatan penulisan masalah yang akan dibahas. Dengan demikian, dapat menemukan penyelesaian masalah yang dihadapi dengan berbagai metode tertentu.

Latar belakang masalah adalah informasi yang tersusun sistematis berkenaan dengan fenomena dan masalah problematik yang menarik untuk di teliti. Masalah terjadi saat harapan ideal akan sesuatu hal tidak sama dengan realita yang terjadi. Tidak semua masalah adalah fenomena dan menarik. Masalah yang fenomenal adalah saat menjadi perhatian banyak orang dan di bicarakan di berbagai kalangan di masyarakat. Latar belakang dimaksudkan untuk menjelaskan alasan mengapa masalah dalam penelitian ingin diteliti, pentingnya permasalahan dan pendekatan yang digunakan untukan untuk menyelesaikan masalah tersebut baik dari sisi teoritis dan praktis.

Adapun Latar belakang penelitian berisikan antara lain, alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan fakta-fakta, data, referensi dan temuan penelitian sebelumnya. Selanjut, gejala-gejala kesenjangan yang terdapat dilapangan sebagai dasar pemikiran untuk memunculkan permasalahan dan bagaimana penelitian mengisi ketimpangan yang ada berkaitan dengan topik yang diteliti. Kemudian, kompleksitas masalah jika masalah itu dibiarkan dan akan menimbulkan dampak yang menyulitkan, menghambat, mengganggu bahkan mengancam. Selain itu, pendekatan untuk mengatasi masalah dari sisi kebijakan dan teoritis. Dan yang terakhir penjelasan singkat tentang kedudukan atau posisi masalah yang diteliti dalam ruang lingkup bidang studi yang ditekuni peneliti.

Selanjutnya cara membuat latar belakang masalah dengan langkah adalah, pada bagian awal latar belakang adalah gambaran umum tentang masalah yang akan di angkat. Dengan model piramid terbalik buat gambaran umum tentang masalah mulai dari hal global sampai mengerucut fokus pada masalah inti, objek serta ruang lingkup yang akan di teliti. Kemudian, pada bagian tengah unkapkan fakta, fenomena, data-data dan pendapat ahli berkenaan dengan pentingnya masalah dan efek negatifnya jika tidak segera di atasi dengan di dukung juga teori dan penelitian terdahulu. Selanjutnya pada bagian akhir di isi dengan alternatif solusi yang bisa di tawarkan (teoritis dan praktis) dan akhirnya munculah judul.

Pentingnya Buat Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah merupakan uraian hal-hal yang menyebabkan perlunya dilakukan penelitian terhadap sesuatu masalah atau problematika yang muncul dapat ditulis dalam bentuk uraian paparan,atau poin-poinnya saja. Pada bagian ini dikemukakan :

  1. Pentingnya masalah masalah yang akan dibahas.
  2. Telaah pustaka yang telah ada tentang teknologi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
  3. Manfaat praktis hasil bahasan.
  4. Perumusan masalah pokok yang dibahas secara eksplisit. Biasakan perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan. Dalam bagian latar belakang ini diharapkan penulis menuliskan sebab-sebab ia memilih judul atas permasalahan tersebut.Alasan-alasan yang dapat dikemukakan antara lain:
  • Pentingnya masalah tersebut diteliti karena akan membantu pelaksanaan kerja yang lebih efektif misalnya,atau akan dicari pemecahannya karena berbahaya apabila tidak. Untuk itu, pentingnya diadakan penelitian.
  • Menarik minat peneliti karena dari pengalamannya peneliti mendapatkan gambaran bahwa hal itu sangat menarik.
  • Sepanjang sepengetahuan peneliti belum ada orang yang meneliti masalah tersebut.

Latar belakang masalah menguraikan alasan-alasan mengapa masalah dan/atau pertanyaan penelitian serta tujuan penelitian menjadi fokus penelitian. Dalam latar belakang masalah secara tersurat harus jelas subtansi permasalahan (akar permasalahan) yang dikaji dalam penelitian atau hal yang menimbulkan pertanyaan penelitian, yang akan dilakukan untuk menyiapkan skripsi. Secara operasional permasalahan penelitian yang dimaksud harus gayut (relevan) dengan rumusan masalah dan/atau pertanyaan penelitian yang diajukan. Pokok isi uraian latar belakang masalah hendaknya mampu meyakinkan pihak lain, terutama pembimbing dan penguji.

Dengan kata lain, unsur yang perlu diketengahkan dalam latar belakang masalah penelitian sekurang-kurangnya memuat hal-hal berikut:
1) penjelasan dan/atau alasan mengapa masalah dan/atau pertanyaan penelitian yang diteliti itu penting dan menarik untuk diteliti.
2) beberapa bukti bahwa masalah yang diajukan belum ada jawaban atau pemecahan yang memuaskan. Harus dijelaskan bahwa masalah yang diajukan/diteliti belum pernah diteliti oleh siapapun, dan jika ini merupakan penelitian ulang (replikasi) harus dijelaskan alasannya mengapa hal itu dilakukan.
3) Kedudukan masalah yang diteliti dalan konteks permasalahan yang lebih luas dengan memperhatikan perkembangan bidang yang dikaji. Dalam hal ini para penulis sebaiknya menyadari bahwa pemilihan masalah harus didasarkan atas minat dan penghayatan sendiri.

Alasan pemilihan masalah yang paling tepat adalah adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Menurut Prof.Dr. Winarno memilih masalah adalah mendalami masalah itu,sehingga harus dilakukan secara lebih sestematis dan intensif.
Selanjutnya oleh Dr.Winarno dikatakan bahwa setelah studi eksploratoris ini penulis menjadi jelas terhadap masalah yang dihadapi,dari aspek historis,hubungannya dengan ilmu yang lebih luas,situasi dewasa ini dan kemungkinan-kemungkinan yang akan datang dan lain-lainnya. Hal tersebut menjelaskan antara lain:
  • Mengetahui dengan pasti apa yang akan diteliti.
  • Tahu dimana/kepada siapa informasi dapat diperoleh.
  • Tahu bagaimana cara memperoleh data atau informasi.
  • Dapat menentukan cara yang tepat untuk menganalisis data.
  • Tahu bagaimana harus mengambil kesimpulan serta memnfaatkan hasil.
Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com
https://akhmadfauji.wordpress.com
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com

Rabu, 07 Januari 2015

Mengangungkit Kembali Permasalahan Pembangunan Maritim Indonesia



Oleh : Mochamad Purnaegi Safron
Bangsa Indonesia seharusnya bersyukur kepada Allah SWT yang telah diberikan suatu anugerah yang sangat besar, yaitu hidup dalam suatu Negara Kepulauan yang merupakan wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas dari Merauke sampai Sabang. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 meliputi wilayah laut yurisdiksi nasional lebih kurang 5,8 juta km2, Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terletak pada posisi yang sangat strategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta memiliki wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus sebagai urat nadi perdagangan dunia. Posisi Indonesia yang sangat strategis tersebut memberikan konsekuensi bagi bangsa Indonesia yaitu untuk menjalankan aturan sebagaimana yang termaktub dalam United Nation Convention on the Law of the Sea 1982.

Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan dan Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar didunia, antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajahi untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman bahari telah sampai ke Mandagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang digunakan oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar Fantastis.

Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, namun ironis berbagai masalah tidak dapat diatasi, padahal kekayaan laut sangat besar dibandingkan kekayaan darat. Banyak kendala yang dihadapi maritim indonesia yang belum mampu disentuh dengan tangan ahli sehingga kekayaan laut dapat menambah pendapatan negara.

Dari aspek pembangunan ekonomi maritim, Indonesia juga masih menghadapi banyak kendala. Sektor perhubungan laut yang dapat menjadi multiplier effect karena perkembangannya akan diikuti oleh pembangunan dan pengembangan industri dan jasa maritim lainnya masih dikuasai oleh kapal niaga asing. Azas cabotage seperti yang diamanatkan oleh UU RI No: 17/2008  tentang Pelayaran masih perlu diperjuangkan agar dapat diterapkan dengan baik. Kendala yang dihadapi adalah masih kurangnya kapasitas kapal nasional, sedangkan pembangunan kapal baru dihadang oleh tidak adanya keringanan pajak dan sulitnya kredit serta tingginya bunga kredit untuk usaha di bidang maritim mengingat usaha jenis ini memiliki tingkat resiko tinggi dan slow yielding.

Untuk angkutan domestik, armada nasional baru mampu mengangkut sekitar 60 persen. Peranan armada nasional dalam angkutan laut internasional baik ekspor maupun impor menunjukkan kenyataan yang lebih memprihatinkan, karena pemberlakuan prinsip  Freight on Board (FoB), bukan Cost and Freight (CnF ). Dari ekspor dan impor nasional, armada Indonesia hanya kebagian jatah sekitar 10 persen, mengakibatkan kerugian devisa sebesar 40 miliar USD! Kita juga masih prihatin terhadap kondisi pelabuhan nasional yang belum tertata secara konseptual tentang pelabuhan utama ekspor-impor dan pengumpan. Selain itu, keamanan dan efisiensi pelabuhan Indonesia masih diragukan, terutama bila dihadapkan pada pemenuhan persyaratan
International Ship and Port Safety (ISPS) Code.

Kecelakaan laut yang menimpa angkutan antar pulau yang memakan korban jiwa yang besar masih terus terjadi, mengingat kapal yang digunakan adalah kapal tua, tidak dilengkapi peralatan keselamatan, bahkan tidak layak laut. Sisi lain dari laut yang memberikan peluang kesejahteraan dan kemakmuran, sekaligus buah pertikaian pada masa depan adalah sumber daya laut dan bawah laut. Indonesia memiliki Zona Ekonomi Eksklusif yang terbentang seluas 2,7 juta km persegi dan keberhasilan untuk mengekploitasi wilayah ini dapat membantu mengangkat Indonesia keluar dari keterbelakangan ekonomi. Namun disadari bahwa Indonesia kekurangan kemampuan teknologi untuk memanfaatkan kekayaan bawah lautnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya survey, research  dan sumber daya manusia di bidang maritim.

Indonesia bahkan masih mengalami kesulitan untuk memanfaatkan wilayah lautnya yang kaya dengan sumber daya perikanan. Illegal, Unregulated and Unreported fishing  masih terjadi secara luas, karena Indonesia belum mampu memperkuat armada perikanan nasional dan belum mampu mengawasi dan mengendalikan lautnya secara optimal. Diperkirakan Indonesia membutuhkan sekitar 22.000 kapal ikan dengan kapasitas masing-masing di atas 100 ton.

Jumlah ini terlihat besar, namun sesungguhnya merupakan estimasi minimal. Sebagai perbandingan, Thailand memiliki sekitar 30.000 kapal ikan yang resmi dan konon sekitar 20.000 yang tidak terdaftar. Di Taiwan, usaha perikanan dapat memberikan penghidupan yang layak bagi tidak kurang dari 300.000 keluarga. Sedangkan di Indonesia, terdapat sekitar 8.090 desa pesisir di 300 kabupaten dan kota di mana bermukim sekitar 16,42 juta warga yang bermata pencarian sebagai nelayan, pembudi daya ikan, pengolah, pemasar dan pedagang hasil perikanan.

Dari jumlah tersebut 32 persen masuk kategori miskin. Dari uraian pembangunan ekonomi maritim ini terlihat jelas bahwa kekuatan armada pelayaran niaga dan perikanan adalah ujung tombak dan tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi atau industri maritim nasional. Asas cabotage yang telah secara tegas diatur untuk diterapkan adalah kebijakan fundamental untuk pembangunan industri maritim karena multiplier effect nya yang sangat luas. Intinya, untuk membangun ekonomi atau industri maritim, pemerintah perlu segera menerapkan kebijakan insentif kredit dan pajak untuk pengadaan, pengoperasian dan pemeliharaan kapal sebagaimana diterapkan oleh pemerintah dari negara-negara lain yang menjadi saingan armada pelayaran niaga kita. Inpres V/2005 dan UU RI No.17/2008 tentang Pelayaran telah mengatur masalah ini. Apabila hal ini diberikan perhatian khusus dan sungguh-sungguh oleh pemerintah, pembangunan industri maritim akan segera menggeliat secara nyata.

Masalah Kelestarian Laut, Indonesia masih mengalami kesulitan untuk menjaga kelestarian lingkungan laut dan marine mega biodiversitynya. Indonesia memiliki lebih dari 80,000 km persegi daerah terumbu karang atau sekitar 14 persen terumbu karang dunia. Bersama Phillipina dan Papua New Guinea, wilayah Indonesia merupakan 35% wilayah terumbu karang dunia, menjadikan wilayah ini sebagai wilayah prioritas untuk memelihara kelestarian marine biodiversity  di Asia-Pasifik yang dikenal sebagai “Coral Triangle” . Terdapat hutan bakau seluas 2,5 juta hektar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Hutan bakau antara lain berfungsi sebagai daerah pembiakan, pembesaran dan mencari makan bagi ikan, udang dan organisme laut lain, serta melindungi pantai dari abrasi dan erosi. Rumput laut juga tumbuh di banyak pantai di Indonesia. Dalam kenyataannya, Indonesia mengalami degradasi lingkungan laut yang sangat serius, yang juga mengancam kelangsungan kehidupan mega biodiversity  di Asia-Pasifik. Dalam 50 tahun terakhir, kerusakan terumbu karang meningkat dari sekitar 10% menjadi 50%. Hutan bakau di Indonesia juga berkurang dengan cepat karena pembangunan fasilitas pantai dan tambak liar.

Tanpa upaya yang cepat dan serius maka seluruh terumbu karang Indonesia akan lenyap dalam 20 sampai 40 tahun. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan industri perikanan dan kelautan serta wisata bahari di Indonesia. Penyebab utama kerusakan karang dan lingkungan laut adalah penangkapan ikan yang merusak, pengembangan wilayah pantai yang tidak terkendali dan sedimentasi serta polusi. Cukup jelas bahwa pembangunan kelautan harus dilaksanakan secara berkelanjutan  (sustainable). Perusakan dan pencemaran lingkungan laut dan pantai akan sangat merugikan usaha perikanan dan pariwisata bahari yang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar.

Solusi Menumbukan Kesadaran Kembali Tentang Bahari
Sesungguhnya, secara pemikiran dan konsepsi, Bangsa Indonesia sudah lama ingin kembali ke laut. Pada tahun 1957, Bangsa Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara, yang memandang bahwa wilayah laut di antara pulau-pulau Indonesia sebagai satu-kesatuan wilayah nusantara, sehingga wilayah laut tersebut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya sebagai kekayaan nasional yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Bung Karno saat pembukaan Lemhanas tahun 1965 mengatakan bahwa "Geopolitical Destiny" dari Indonesia adalah maritim. Melalui suatu perjuangan panjang dan bersejarah di forum internasional, pada tahun 1982, gagasan Negara Nusantara yang dipelopori Indonesia berhasil mendapat pengakuan Internasional dalam kovensi PBB tentang hukum laut. Pada 18 Desember 1996 di Makassar, Sulawesi Selatan, BJ Habibie sebagai Menristek membacakan pidato Presiden RI yang dikenal dengan pembangunan.

Untuk mengatasi semua tantangan di bidang kelautan ini maka tidak dapat tidak, seluruh komponen bangsa harus segera membangkitkan maritime domain awareness, atau kesadaran lingkungan maritim. Hal ini diperlukan, karena sepertinya kita tidak lagi memiliki budaya bahari, sehingga perlu dibangun kembali melalui upaya penyadaran. Lingkungan bahari yang dimaksud adalah semua area dan hal-hal yang berhubungan, berkaitan, berdekatan atau berbatasan dengan laut, samudera atau semua perairan yang dapat dilayari, termasuk semua kegiatan yang berhubungan dengan maritim, infrastruktur, masyarakat, muatan kapal, armada, baik niaga, perikanan, maupun armada perang. Upaya menyadarkan masyarakat terhadap arti penting lingkungan maritim haruslah sampai kepada penyadaran yang efektif terhadap segala sesuatu yang menyangkut lingkungan maritim merupakan hal yang vital bagi keamanan, keselamatan, ekonomi dan lingkungan hidup bangsa Indonesia, serta menunjang upaya menegakkan harga diri bangsa.

Menyadarkan bahwa laut adalah aspek alamiah yang paling mempengaruhi kehidupan poleksosbudhankam nasional merupakan isu yang paling utama dan menarik perhatian. Untuk itu, Pemerintah harus menjadi ujung tombak, dan untuk itu pemerintah Indonesia perlu segera menetapkan sebuah National Ocean Policy dalam rangka pemanfaatan laut bagi sebesar-besarnya kemakmuran bangsa, sekaligus untuk mengembangkan kembali budaya bahari bangsa, yang tujuan akhirnya tentulah penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri bangsa.

Sumber :
http://smahangtuah2.sch.id/
http://www.academia.edu

Selasa, 06 Januari 2015

Problem Economic Development and Investments to Infrastructure in Indonesia

How is Infrastructure Hampering Indonesia's Economic Development?

by : Mochamad Purnaegi Safron
Lack of adequate infrastructure causes Indonesia's logistics costs to rise steeply, thus reducing the country's competitiveness and attractiveness of the investment climate. According to data published by the Indonesian Chamber of Commerce and Industry (Kadin Indonesia) around 17 percent of a company's total expenditure in Indonesia is absorbed by logistics costs. In peer regional economies this number lies below ten percent. In particular transport costs are high; for land as well as sea. Despite Indonesia's archipelagic geography, the country's sea transport is yet to be developed substantially. Currently, sea transport is even more expensive compared to land transport. The weak circumstances for fostering a conducive inter- and intra-island trading network result in inflationarhy pressure on domestic produced products. This partly explains the paradoxical situation that sometimes domestic produced fruit is more expensive compared to imported fruit. It also leads to substantial regional price differences. Rice or cement, for example, are much more expensive in eastern Indonesia than in Java or Sumatra due to extra costs that arise from point of production to end user. It also means that Indonesian entrepreneurs are losing out on lucrative opportunities as logistic problems (which includes transport, warehousing, cargo consolidation, border clearance, distribution and payment systems) kills or prevents certain businesses from expanding. One might assume that Indonesia - being the world's largest archipelago and, as such, having large quantities of waters as well as seas at its disposal - contains a flourishing seafood business. However, it is far from flourishing, largely due to a lack of cold storage transport. This same matter is hampering Indonesia's horticulture businesses.

Indonesia is often plagued by blackouts because of shortages in the country's electricity supply. Despite the abundance of energy resources, Indonesia has a structural problem regarding the public energy supply. Part of the problem is that state-owned electricity distributor Perusahaan Listrik Negara (PLN), which has a monopoly on electricity distribution in Indonesia, is heavily dependent on government subsidies as the cost of production is higher compared to the fixed selling price. This means that PLN loses money with each kilowatt-hour (kWh) of electricity that is sold, if it was not supported by huge government subsidies. Thus, having had few financial resources for large-scale investments, energy demand has outpaced energy supply in recent years. Currently, the government is shifting its focus from (expensive) oil - fired power plants to the establishment of new coal and gas fired plants. But it will still take some time to ensure decent electricity supply throughout the country and, therefore, will continue to hamper Indonesian businesses in the near future.

It should also be mentioned that the lack of good-quality physical infrastructure in combination with weather phenomenons (such as heavy tropical rainfall) or forces of nature (earthquakes) can cause disruptions to the flow of goods and services. Indonesia is located on the Pacific Ring of Fire and therefore has to absorb many earthquakes. But even a relatively minor one can seriously damage the infrastructure.

Regarding (soft) social infrastructure (such as the education system, healthcare and social welfare) Indonesia also still has a long way to catch up. In order to provide a healthy and skilled workforce, necessary to grow into an innovation-driven society, these matters need to be resolved. The government has made new efforts in these fields in recent years. A new healthcare system is about to be introduced covering all Indonesians and spending on education has increased markedly. However, as with physical infrastructure, there is usually more planning than action as well as a gap between desired targets and accomplished results.

Why are Investments in Infrastructure a Problem?
The main problem for the Indonesian government to invest in the country's infrastructure is the lack of financial resources. Therefore, private sector participation - both foreign and domestic - is needed. However, in order for the private sector to join in, a conducive investment climate is required and - although improving - Indonesia is struggling to provide such an environment. Apart from other factors mentioned in our Risks section, the legal framework involving land acquisition has been a serious obstacle for infrastructure projects to materialize and makes investors hesitant to invest. Due to land disputes infrastructure projects have been idle for years or canceled altogether. But there have recently been taken steps to improve the land situation. At end 2011 the government and parliament approved the new Land Acquisition Law (UU No. 2/2012) that is regarded to speed up the land acquisition process notably as it deals with the revocation of land rights to serve public interest, puts time limits on each procedural phase and ensures safeguards for land-right holders. The bill, confirmed by the signing of a presidential regulation by president Susilo Bambang Yudhoyono in August 2012, is expected to be implemented in 2012. Both government projects and public-private partnerships (PPPs) on state-owned land are protected by this bill.

In recent years the government has given infrastructure spending a relative small allocation of public spending. In 2011 only 2.1 percent of the country's GDP was reserved for infrastructure (and mismanagement as well as bureaucracy reduces effectiveness of spent funds). In comparison, countries such as China and India spend almost 10 percent of their GDP on infrastructure. The government has, however, put infrastructure as a top priority on its agenda in order to accelerate economic growth. Regarding funding for infrastructure projects, the government has set targets in both the National Medium – Term Development Plan 2014  (RPJMN) and the Masterplan for the Acceleration and Expansion of Indonesia’s Economic Development Plan  (MP3EI 2011-2025) which - to a large extent - will be financed by the private sector. It is projected that more than 70 percent of both the USD $150 billion investment needs in the RPJMN and the USD $468 billion investment needs in the MP3EI will be contributed by the private sector through public-private partnership. Approximately 45 percent of the MP3EI is reserved for infrastructure development.

However, up to date these public-private partnerships have not yet showed satisfying results. To provide more assurance for private investors, the government has established the Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF). This institution gives certain guarantees against infrastructure risks for projects under the PPP scheme.

The paragraphs above explain why Indonesia suffers from a lack of quantity of its infrastructure, but it also faces a lack of quality: damaged roads, collapsed bridges, aging ports are just a few examples. Besides the common lack of financial resources to be used for maintenance purposes after infrastructure has been built, mismanagement, corruption and incompetence are frequent causes of inadequate infrastructure.

Jumat, 02 Januari 2015

Makna Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bagi Indonesia


oleh : Mochamad Purnaegi Safron
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan cara membandingkan, misalnya untuk ukuran nasional, Gross National Product (GNP), tahun yang sedang berjalan dengan tahun sebelumnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang dilansir wikipedia.org adalah:

Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan dengan membangun infrastruktur di daerah-daerah.

Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.

Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.

Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.

Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun 2015
Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 di Indonesia, ditanggapi berbagai kalangan ditanggapi positif dan negatif sehingga menimbulkan kontra produktif. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dinilai sangat essensial sehingga kondisi perekonomian suatu negara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik sekaligus indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Presiden Joko Widodo yang dikutip kompas, Jumat (2/1/2015) mengatakan, optimistis perekonomian nasional tahun 2015 tumbuh secara positif, meskipun sulit diprediksi. Menurutnya. Hal itu disebabkan kuatnya pengaruh dari pasar global. Ia berjanji akan bekerja keras merancang strategi untuk mengupayakan stabilitas perekonomian di Indonesia. Disamping itu juga melihat ruang fiskal APBN yang cukup untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional. Ruang fiskal itu akan dialokasikan untuk percepatan pembangunan infrastruktur dan merangsang usaha kecil serta ekonomi kreatif

Pembacaan nota keuangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyo di ruang sidang, Jumat, 15 Agustus 2014 yang dilansir situs Tempo.Co. Dalam pembacaan nota keuangan di ruang sidang, SBY menyampaikan poin-poin utama asumsi makro ekonomi pada tahun anggaran 2015. Pada tahun 2015, perekonomian dunia diproyeksi akan lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun 2014, terutama akan didorong oleh perekonomian di negara maju. 

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, pertumbuhan ekonomi dipatok pada angka 5,6 persen. Sedangkan inflasi tahun 2015 ditetapkan 4,4 persen. Adapun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditetapkan pada level Rp 11.900. Pemerintah juga menetapkan harga minyak mentah pada angka US$ 105 per barel, dengan target lifting minyak 845 ribu barel per hari. Target lifting gas bumi ditetapkan 1.248 ribu barel setara minyak per hari.

Dari kalangan praktisi ekonom yang dikutip dari situs  Republika.co.id,  dari  Ekonom Standard Chartered Bank (SCB), Eric Sugandi mengatakan, diprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 akan meningkat meningkat menjadi 5,8 persen dibandingkan 2014. kondisi tersebut dikarenakan neraca defisit akan mengecil. Kegiatan ekspor barang keluar negara pun akan meningkat serta stabilitis politik yang diperkirakan akan berjalan dengan baik. Menurutnya lagi, faktor politik di Indonesia menjadi salah satu yang akan menentukan perekonomian di Indonesia. Hal itu melihat dari sentimen pasar terhadap calon pemimpin baru Indonesia mendatang. "Kami yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 meningkat dibandingkan 2014 (semester pertama) 5,5 persen.

Disamping itu, tantangan di semester pertama 2014, yaitu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 5,5 persen.  Apabila pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi maka tingkat inflasi (akhir tahun 2014) sebesar lima persen. Namun apabila harga BBM bersubsidi naik, maka inflasi bisa mencapai 8 persen. Adapun setiap kenaikan harga BBM bersubidi maka pasti ada ongkos politik yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, kenaikkan harga BBM akan meningkatkan BI rate.

Direktur Komersial dan Bisnis Bank Mandiri, Sunarso menilai perekonomian Indonesia diperkirakan akan semakin membaik pada 2015. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 adalah investasi dan konsumsi swasta. Juga proyek infrastruktur pemerintah akan segera diwujudkan pada 2015. Selain itu, fokus pemerintah untuk pembangunan infrastruktur serta kepastian hukum menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Tanah Air. Meskipun saat ini, investasi yang masuk ke Tanah Air baru sebatas portofolio. Untuk jangka panjang pemerintah perlu merancang struktur ekonomi yang berbasis pada pertanian. Ini bukan hal baru, dulu sudah pernah dijadikan jargon.

Terkait dengan industri pertanian, menurutnya terbukti mampu menyelamatkan neraca perdagangan Indonesia dalam krisis apapun. Untuk membangun struktur ekonomi berbasis pertanian bisa dimulai dari mencari pembagian lahan yang tepat untuk kawasan pertanian, kemudian percepatan infrastruktur, dukungan keuangan untuk pertanian, serta menekan impor produk pertanian. 

Sementara menurut Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arief Budimanta, mengatakan pertumbuhan ekonomi pada 2015 mencapai 5,8 persen. Adapun faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 adalah investasi dan konsumsi swasta. Juga proyek infrastruktur pemerintah akan segera diwujudkan pada 2015. Adapun faktor eksternal karena masih dipengaruhi yakni perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan melemahnya perekonomian Tiongkok. Dengan demikian, Pemerintah,  perlu menjaga ruang fiskal dan mendorong pertumbuhan sektor manufaktur karena mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan ekspor. 

Mekanisme sudah disiagakan, BI juga aktif di pasar sekunder, sehingga secara keseluruhan cukup terkendali. Tentunya BI menjaga stabilisasi moneter, OJK di sistem pengawasan, Menkeu fiskal. Selain itu,  Pemerintah juga akan menjaga semua unsur stabilitas makro ekonomi dan terus berusaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 2015 mendatang menjadi lebih baik dibandingkan tahun ini dan berusaha memperkecil defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan Indonesia.

Tantangan Berat ekonomi Indonesia Tahun 2015
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia Chairul Tanjung  terkait masalah ekonomi Indonesia dua tahun ke depan. Mengatakan,  diperkirakan tahun 2015 hingga 2016 adalah tahun berat bagi perekonomian Indonesia dan negara berkembang pada umumnya. Kondisi itu sudah bisa diprediksi dari sekarang berdasarkan beberapa indikator diantaranya kembali menguatnya perekonomian Amerika yang berimbas pada berkurangnya likuididitas negara-negara berkembang.

Hal senada juga disampaikan, Ekonom Raden Pardede dalam acara perpisahan dan pembubaran Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang juga wakil ketua (KEN) menyatakan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 masih diprediksi mengalami peningkatan tipis bertumbuh disekitar 5,2 %, dengan asumsi stimulus fiskal dari hasil penghematan subsidi BBM akan efektif pada semester kedua. Sementara itu, inflasi diperkirakan berada di tingkat yang lebih tinggi dibanding tahun ini. Hal tersebut dikerenakan imbas dari kenaikan harga BBM dan listrik. Di lain pihak, menguatnya perekonomian Amerika juga menyebabkan suku bunga di sana naik, sehingga suku bunga acuan BI diperkirakan akan naik sampai 8,5 %. Nilai tukar akan berada di sekitar Rp12.200 – Rp 12.700 per US$.

Menurutnya, Pelemahan pertumbuhan ini juga terjadi secara merata di hampir semua negara berkembang, bahkan dialami negara ekonomi besar seperti China, India, Brazil dan Indonesia. Kondisi ini nantinya akan membuat permintaan barang dan harga komoditas jadi melemah. Menurut hasil pengamatan KEN, ada beberapa poin yang dicatat sebagai tantangan dan peluang di tahun 2015. Tantangannya terdiri atas tantangan eksternal dan tantangan domestik. Tantangan eksternal, pertama, membaiknya perekonomian Amerika, membuat the Fed mulai mengurangi stimulus moneter yang sudah dilaksanakan sejak awal 2014 ini (tapering off). Semakin membaiknya perekonomian Amerika akan membuat arus masuk likuiditas yang tadinya melimpah bisa jadi akan berhenti atau malah berbalik arah.

Kondisi tersebut juga dapat memicu penarikan kembali modal asing yang sebagian besar dalam bentuk investasi portofolio dan berpotensi menimbulkan goncangan yang cukup kuat bagi neraca pembayaran Indonesia. Likuiditas dapat mengering, rupiah akan tertekan, pasar saham dan keuangan potensial terkoreksi dan suku bunga pasar akan ikut naik sehingga menimbulkan ketidakpastian pasar dan selanjutnya bila berlangsung lama akan mengoreksi pertumbuhan secara signifikan. Perlambatan ekonomi juga akan mengurangai permintaan komoditas dan kemudian berdampak pada penurunan harga komoditas. Padahal ekspor komoditas menjadi salah satu andalan perekomian Indonesia.

Sedangkan tantangan domestiknya, pertama, pemerintah baru akan membutuhkan banyak dana untuk anggaran pembangunan sementara sumber pembiayaan dari dalam negeri terbatas. Kedua, penyediaan energi yang merupakan persyaratan utama untuk menopang perkembangan ekonomi masih menghadapi banyak hambatan. Ketiga, ketergantungan yang sangat tinggi terhadap penerbitan surat hutang untuk membiayai defisit. Keempat, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya untuk bersaing dengan negara lainnya guna mendapatkan investor.

Berdasarkan catatanya tersebut, maka KEN membuat beberapa rekomendasi kebijakan utama bagi pemerintah yang baru. Pertama, segera melakukan pemotongan dan realokasi subsidi energi pada tahun ini (2014) juga. Kedua, pembangunan infrastruktur dan sistem logistik yang efisien. Ketiga, untuk menghadapi defisit transaksi berjalan perlu dikeluarkan kebijakan struktural, memperbesar aliran investasi modal langsung (bukan investasi portofolio) dan efisiensi penggunaan kapital. Keempat, Indonesia tidak harus menaikkan suku bunga ketika Amerika nanti menaikkan suku bunganya. Kelima, kebijakan publik dan struktural untuk mengurangi kemiskinan, mempersempit kesenjangan ekonomi, dan mengurangi pengangguran.

Sumber :
www.antaranews.com
id.wikipedia.org/wiki
www.republika.co.id
tempo.co.id
www.swa.co.id
www.bisniskeuangan.kompas.com