Minggu, 18 Juni 2017

Gerakan Politik Hizburt Tahrir Indonesia



Hizburt Tahrir Indonesia (HTI) merupakan bagian dari Hizbut Tahrir (HT) pusat internasional yang didirikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani, ulama berkebangsaan Palestina, pada tahun 1953 di al-Quds, Yordania. HT adalah partai politik yang berideologikan Islam sebagai aktivitas utama misi HT. Politik bagi HT pada dasarnya adalah mengatur dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum dan pemecahan Islam. Dengan demikian, HTI mendefinisikan dirinya sebagai parpol dengan menegasikan bahwa dirinya bukan kelompok yang hanya berdasarkan pada kerohanian semata, bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan, dan bukan pula lembaga sosial.

Tujuan HT adalah melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Ini berarti mengajak kaum Muslim untuk hidup secara Islami dan seluruh aktivitas kehidupan di dalamnya diatur sesuai dengan hukum syara‘. Pandangan hidup yang akan menjadi pusat perhatiannya adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang khalifah yang diangkat dan dibaiat oleh kaum Muslim untuk didengar dan ditaati, dan agar menjalankan pemerintahannya berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.

Era reformasi, yang ditandai dengan euphoria politik dan terbukanya kran-kran kebebasan berekspresi dimanfaatkan oleh berbagai gerakan Islam yang menuntut kembali penegakan syariah Islam. Aktor gerakan yang muncul pada masa ini berbeda dengan aktor gerakan Islam lama, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, al-Wasliyyah dan lainnya. Gerakan mereka berada di luar kerangka mainstream proses politik, maupun wacana dalam kelompok Islam dominan. Kelompok-kelompok HTI, MMI, FPI, dan Lasykar Jihad merupakan representasi generasi baru gerakan Islam di Indonesia.

Hizbut Tahrir Indonesia disingkat HTI adalah yang paling solid dan memiliki jaringan paling luas (internasional) di antara gerakan-gerakan baru yang giat menegakkan syariah Islam tersebut. Bahkan, HTI juga yang paling radikal, dalam arti, HTI tidak hanya bercitacita menegakkan syariah Islam tapi juga mendirikan Khilafah Islam. Menurut HTI penegakan syariah Islam secara total (kaffah) hanya dapat diwujudkan dalam kerangka negara khilafah Islam, bukan dalam sistem kerajaan, parlementer, federal, imperium ataupun NKRI. Beberapa konsep sistematis syariah upaya HTI dalam mewujudkan cita-cita sistem khilafah.

HTI memiliki konsep yang paling jelas di antara gerakan penegak syariah Islam lainnya. Syariah Islam adalah perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt. melalui Rasulullah Muhammad Saw. untuk seluruh umat manusia baik menyangkut ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun muamalah (pemerintahan, ekonomi, pendidikan, peradilan, dll) guna meraih kehidupan di dunia maupun di akhirat. Jadi, syariah menurut HTI mencakup semua aspek kehidupan. Di samping syariah Islam memiliki cakupan yang sangat luas sebagaimana definisi di atas, hukum-hukum syara’ juga memiliki varian yang sangat beragam terutama yang tidak diatur secara tegas dalam nash Al-Quran maupun Sunnah. Hukum-hukum yang tidak diatur  dalam nash secara tegas telah melahirkan multi-interpretatif dan karenanya melahirkan berbagai mazhab yang sangat bervariasi, terutama mazhab hukum yang akan menjadi pedoman penegakan syariah Islam. Berbagai varian hukum dalam Islam memunculkan pertanyaan di kalangan umat Islam, yaitu hukum-hukum syara’ manakah yang akan dijadikan peraturan (UU) oleh negara yang keberadaannya mengikat semua warga negara? Belum lagi pertanyaan yang berkaitan dengan dikotomi warga negara Muslim dan non-Muslim, yaitu apakah warga non-Muslim juga harus melaksanakan syariah Islam dalam beribadah dan berakidah yang berarti pula bahwa non-Muslim harus menjadi Muslim?

Adapun sistem pemerintahan Islam yang berbentuk khilafah Islamiyah, dibangun di atas empat pilar, yaitu: pertama, kedaulatan milik syara’ yang diatur oleh Allah dengan seluruh perintah dan larangan-Nya; kedua, kekuasaan atau pemerintahan berada di tangan umat, berdasarkan tata cara yang ditentukan syara’ dalam mengangkat khalifah yang dipilih oleh kaum Muslim, yaitu melalui baiat; ketiga, kewajiban mengangkat hanya seorang khalifah untuk seluruh kaum Muslim sebagai wakil mereka dalam pemerintahan; keempat, khalifah berhak menetapkan hukum-hukum syara’ yang akan dilaksanakan dalam pemerintahan dan berhak menentukan konstitusi (UUD) serta perundang-undangan.

Pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh ormas HTI. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto memaparkan tiga alasan pemerintah membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Pasca pernyataan pemerintah membubarkan HTI menimbulkan pro dan kontra di beberapa wilayah di negeri ini, mengingat HTI adalah ormas resmi dan berkuatan hukum. Disamping itu juga pertimbangan atau pemikiran pemerintah bahwa HTI diseluruh dunia sudah dibubarkan karena membentuk khilafah sendiri dan tidak mendukung program pemerintah dalam bingkai NKRI.

Oleh : M. Purnaegi Safron.

Sumber :
www.kompas.com
artikel HTI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar