Maraknya bisnis
gosip atau ghibah di infotainment seperti informasi selebritis (insert), Halo
Selebriti, infotainment GO SPOT dan sebagainya sudah
menjadi acara konsumsi masyarakat di tanah air kita. Acara yang ditayangkan
kebanyakan kalangan selebritis atau artis top merupakan acara
yang menarik sehingga jam tayangnya seperti minum obat dari dokter. Dari bangun
tidur sampai mau tidur penonton dicekokin acara itu sehingga tak terlepas dari
gosip. Acara gosip tersebut di infotainment di mata perusahaan media merupakan bisnis yang meraup iklan banyak sehingga sangat menguntungkan di pihak perusahaan. Sementara di pihak si objek ada dirugikan sehingga menjauhi dari kejaran media infotainment.
Salah satu bentuk kemaksiatan yang
banyak dilakukan oleh manusia adalah gemar membicarakan kejelekan orang lain
atau yang diistilahkan dengan ghibah. Bahkan yang parahnya, terkadang apa yang
mereka ghibahkan itu tidak ada pada orang yang dighibahi. Padahal dalil-dalil
yang menerangkan tentang haramnya ghibah sangatlah tegas dan jelas, baik di
dalam Al Qur`anul Karim ataupun di dalam hadits-hadits nabawi.
Berikut ini kami akan menyebutkan beberapa dalil yang melarang kita dari perbuatan ghibah yang kami ringkaskan dari kitab Riyadhush Shalihin karya Imam An Nawawi rahimahullah ta’ala.
1. Firman Allah ta’ala:
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).” [QS Al Hujurat: 12]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya: “Di dalamnya terdapat larangan dari perbuatan ghibah.”
As Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya: “(Allah) menyerupakan memakan daging (saudara)nya yang telah mati yang sangat dibenci oleh diri dengan perbuatan ghibah terhadapnya. Maka sebagaimana kalian membenci untuk memakan dagingnya, khususnya ketika dia telah mati tidak bernyawa, maka begitupula hendaknya kalian membenci untuk menggibahnya dan memakan dagingnya ketika dia hidup.”
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
أتدرون
ما الغيبة؟ قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: ذكرك أخاك بما يكره. قيل: أفرأيت إن كان
في أخي ما أقول؟ قال: إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته، وإن لم يكن فيه فقد بهته
“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Nabi berkata: “Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Ada yang bertanya: “Bagaimana pendapat anda jika padanya ada apa saya bicarakan?” Beliau menjawab: “Jika ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau telah mengghibahnya, dan jika tidak ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau berbuat buhtan terhadapnya.” [HR Muslim (2589)]
Hadits di atas menerangkan tentang definisi ghibah. Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau aib seorang muslim dengan tidak secara langsung di hadapannya. Sedangkan buhtan adalah berkata dusta terhadap seseorang di hadapannya mengenai sesuatu yang tidak pernah dia lakukan.
3. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:
قلت
للنبي صلى الله عليه وسلم: حسبك من صفية كذا وكذا - تعني قصيرة. فقال: لقد قلت
كلمة لو مزجت بماء البحر لمزجته! قالت: وحكيت له إنسانا، قال: ما أحب أني حكيت
إنسانا وأن لي كذا وكذا
“Saya berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم : “Cukuplah bagi anda dari Shafiyyah begini dan begini -maksudnya dia itu bertubuh pendek.” Beliau berkata: “Sungguh engkau telah mengucapkan kalimat yang kalau dicampur dengan air laut niscaya dapat merubah (rasa dan bau)nya!” Aisyah berkata: “Saya juga menceritakan tentang seseorang kepada beliau. Lalu beliau menjawab: “Saya tidak suka menceritakan seseorang sedangkan pada diriku terdapat (kekurangan) ini dan ini.” [HR Abu Daud (4875) dan At Tirmidzi (2502)]
Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan larangan yang paling tegas dari perbuatan ghibah.”
4. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
بحسب
امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم. كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه
“Cukuplah kejelekan bagi seseorang dengan meremehkan saudara muslimnya. Setiap muslim haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim yang lain.” [HR Muslim (2564)]
Hadits di atas menerangkan larangan untuk menumpahkan darah, mengambil harta, dan menodai kehormatan sesama muslim. Dan perbuatan ghibah adalah salah satu bentuk pelecehan terhadap kehormatan seorang muslim yang tidak dibenarkan di dalam Islam.
5. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لما
عرج بي، مررت بقوم لهم أظفار من نحاس يخمشون وجوههم وصدورهم. فقلت: من هؤلاء يا
جبريل؟ قال: هؤلاء الذين يأكلون لحوم الناس ويقعون في أعراضهم
“Ketika saya dimi’rajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: “Siapakah mereka ini wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan melecehkan kehormatan mereka.” [HR Abu Daud (4878). Hadits shahih.]
Hadits ini menerangkan bentuk hukuman yang dialami oleh orang-orang yang gemar membicarakan kejelekan dan menjatuhkan kehormatan orang lain.
Demikianlah beberapa dalil dari Al Qur`an dan hadits yang melarang kita dari perbuatan ghibah. Semoga Allah ta’ala memudahkan kita semua untuk dapat meninggalkannya.
HUKUM GOSIP ADA TIGA:
HARAM, WAJIB, BOLEH
Dari sejumlah dalil Quran dan hadits di atas, maka ulama mengambil kesimpulan bahwa hukum ghibah atau gosip itu terbagi tiga yaitu haram, wajib dan halal (boleh).
HARAM
Hukum asal gosip adalah haram. Gosip yang haram adalah ketika anda membicarakan aib sesama muslim yang dirahasiakan. Baik aib itu terkait dengan bentuk fisik atau perilaku; terkait dengan agama atau duniawi. Hukum haram ini tersurat secara tegas dalam Al-Quran, hadits seperti disebut di atas dan ijmak ulama sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/436. Yang menjadi perselisihan ulama hanyalah apakah gosip termasuk dosa besar atau kecil. Mayoritas ulama menganggapnya sebagai dosa besar. Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami ghibah dan namimah (adu domba) termasuk dosa besar.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berkata: Ghibah itu haram tidak hanya bagi pembawa gosip tapi juga bagi pendengar yang mendengar dan mengakui. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar orang memulai berghibah untuk berusaha menghentikannya apabila ia tidak kuatir pada potensi ancaman. Apabila takut maka ia wajib mengingkari dengan hatinya dan keluar dari majelis pertemuan kalau memungkinkan. Apabila mampu mengingkari dengan lisan atau dengan mengalihkan pembicaraan maka hal itu wajib dilakukan. Apabila tidak dilakukan, maka ia berdosa.
WAJIB
Ghibah atau membicarakan / menyebut aib orang lain adakalanya wajib. Hal itu terjadi dalam situasi di mana ia dapat menyelamatkan seseorang dari bencana atau potensi terjadinya sesuatu yang kurang baik. Misalnya, ada seorang pria atau wanita yang ingin menikah. Dia meminta nasihat tentang calon pasangannya. Maka, si pemberi nasihat wajib memberi tahu keburukan atau aib calon pasangannya sesuai dengan fakta yang diketahui pemberi nasihat. Atau seperti si A memberitahu pada si B bahwa si C berencana untuk mencuri hartanya atau membunuhnya atau mencelakakan istrinya, dlsb. Ini termasuk dalam kategori memberi nasihat. Dan hukumnya wajib seperti disebut dalam hadits di atas tentang 6 hak muslim atas muslim yang lain.
BOLEH
Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin 2/182 membagi gosip atau ghibah yang dibolehkan menjadi enam sebagai berikut:
الأول: التظلم، فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما مما له ولاية أو قدرة على إنصافه من ظالمه، فيقول: ظلمني فلان كذا.
الثاني: الاستعانة على تغيير المنكر ورد المعاصي إلى الصواب، فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلان يعمل كذا، فازجره عنه.
الثالث: الاستفتاء، فيقول: للمفتي: ظلمني أبي، أو أخي، أو زوجي، أو فلان بكذا.
الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم.
الخامس: أن يكون مجاهرًا بفسقه أو بدعته، كالمجاهر بشرب الخمر ومصادرة الناس وأخذ المكس وغيرها.
لسادس: التعريف، فإذا كان الإنسان معروفًا بلقب الأعمش، والأعرج والأصم، والأعمى والأحول، وغيرهم جاز تعريفهم بذلك.
Artinya:
Pertama, At-Tazhallum. Orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang terhadap dirinya. Tentunya hanya bersifat pengaduan kepada orang yang memiliki qudrah (kapasitas) untuk melenyapkan kezaliman.
Kedua, isti’ānah (meminta pertolongan) untuk merubah atau menghilangkan kemunkaran. Seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: "Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia."
Ketiga, Al-Istifta' atau meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami."
Keempat, at-tahdzīr lil muslimīn (memperingatkan orang-orang Islam) dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka.
Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.
Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang dikenal dengan julukan
ا
Kategori dan bolehnya ghibah untuk enam kasus di atas disetujui oleh Imam Qurtubi dan dianggap pendapat yang ijmak. Dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/339 iya menyatakan
وكذلك قولك للقاضي تستعين به على أخذ
حقك ممن ظلمك فتقول فلان ظلمني أو غصبني أو خانني أو ضربني أو قذفني أو أساء إلي،
ليس بغيبة. وعلماء الأمة على ذلك مجمعة
Artinya: Begitu juga ucapan anda pada hakim meminta tolong untuk mengambil hak anda yang diambil orang yang menzalimi lalu anda berkata pada hakim: Saya dizalimi atau dikhianati atau dighasab olehnya maka hal itu bukan ghibah. Ulama sepakat atas hal ini.
As-Shan'ani dalam Subulus Salam 4/188 menyatakan
والأكثر يقولون بأنه يجوز أن يقال
للفاسق : يا فاسق , ويا مفسد , وكذا في غيبته بشرط قصد النصيحة له أو لغيره لبيان
حاله أو للزجر عن صنيعه لا لقصد الوقيعة فيه فلا بد من قصد صحيح
Artinya: Kebanyakan ulama berpendapat bahwa boleh memanggil orang fasik (pendosa) dengan sebutan Wahai Orang Fasiq!, Hai Orang Rusak! Begitu juga boleh meggosipi mereka dengan syarat untuk bermaksud menasihatinya atau menasihati lainnya untuk menjelaskan perilaku si fasiq atau untuk mencegah agar tidak melakukannya. Bukan dengan tujuan terjatuh ke dalamnya. Maka (semua itu) harus timbul dari maksud yang baik.
sumber :
http://www.alkhoirot.net
http://dakwahquransunnah.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar