Senin, 25 November 2013

Memaknai Hikmah Musibah Meletusnya Gunung Sinabung



Bencana alam di tanah air datang silih berganti, berupa banjir, gempa bumi, tanah longsor hingga letusan gunung berapi. Kini, bencana datang lagi yakni meletusnya gunung Sinabung yang berada di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Akibat bencana itu, banyak saudara-saudara kita yang menderita dengan berbagai kekurangan untuk bertahan hidupnya.

Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari situs tempo.com  senin (25/11/13) menginformasikan, Gunung Sinabung yang berada di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, ini terus meletupkan lava pijar dan menyemburkan abu vulkanik total yang sudah tercatat 19 kali erupsi.

Seperti diketahui, negeri ini dilingkupi oleh cincin api atau ring of fire yang ditandai dengan adanya rangkaian pegunungan yang membentang dari Sumatera hingga kebagian timur, yakni Nusa Tenggara Timur dan Maluku, sebuah jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Bila dipandang dari sisi geologi, Indonesia memang merupakan negara yang rawan akan bencana. Menurut data, ada Sekitar 282 kabupaten di Indonesia atau setara dengan 2/3 wilayah Indonesia masuk dalam kategori rawan bencana alam.

Secara histografi, Indonesia merupakan wilayah langganan gempa bumi dan tsunami. Negeri ini dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu jika lempeng ini bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antar lempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, sebagaimana terjadi di Aceh dan Mentawai. 

Hati kecil kita bertanya, apakah semua ini hanyalah sebuah fenomena alam semata yang dikarenakan letak wilayah Indonesia yang rawan terjadi bencana? Tentu saja tidak. Semua itu adalah atas kehendak Allah (Al-Jabbar).

Meskipun secara geografis menjadi wilayah rawan bencana, jika Allah tidak berkehendak, maka bencana alam takkan mungkin terjadi. Dia-lah yang menguasai langit dan bumi beserta isinya. Dzat yang mengatur atau memerintah segala makhluk ciptaan-Nya sesuai dengan kehendak dan iradah-Nya.

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid : 22)

Ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT dan betapa kecilnya manusia. Betapa kuasanya Allah atas segala sesuatu. Maka kita harus berusaha untuk mengambil hikmahnya. Mengevaluasi atas apa yang telah dilakukan selama ini. Musibah adalah cobaan bagi orang-orang yang beriman sekaligus penebus kesalahan yang pernah dilakukan. Untuk itu, sebagai manusia yang sangat kecil dihadapan Allah SWT harus banyak berzikir dan meningkatkan keimanan.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (sesungguhnya kami milik Allah dan sesunnguhnya kami sedang menuju kemabali kepada-Nya) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah : 155 -157)

Dengan demikian, setiap musibah dan bencana alam bila kita mampu berfikir dan merenungkan dengan pikiran jernih dan hati nurani yang ikhlas dan tentu ada hikmahnya dalam kehidupan mendatang antara lain,  musibah mengingatkan manusia kepada Allah pencipta alam semesta, musibah meringankan berbuat baik kepada sesama, musibah mendorong manusia untuk hidup berhati – hati dan waspada dan musibah mendorong manusia untuk kreatif.

Oleh M. Purnaegi Safron (Mahasiswa Pasca Magister Administrasi Publik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar