Minggu, 24 November 2013

Perkembangan Dampak Penyadapan Australia Terhadap Presiden SBY



Penyadapan Australia terhadap percakapan Presiden SBY dan sejumlah pejabat Indonesia telah mencederai hubungan luar negeri yang sudah lama terjalin dengan baik. Namun dampak penyadapan Australia telah berkembang  luas tidak hanya kerjasama pemerintah Indonesia tetapi juga kerjasama di tubuh pemerintahan daerah.

Dampak luas penyadapan Australia itu seperti di Kota Bandung dengan bentuk aksi pembatalan Kerjasama Australia dibidang Bahasa. Pembatalan kerjasama Australia dibidang bahasa dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung melalui program bahasa Inggris yang berjudul Kamis English untuk meningkatkan kecerdasan di bidang kemampuan berbahasa. Pembatalan Walikota Bandung, Ridwan Kamil dinyatakan di situs Jabar.Tribunnews.com Kamis (21/11/2013), pihaknya merasa  tersinggung dengan sikap Australia yang menyadap percakapan Presiden SBY dan sejumlah pejabat Indonesia.

Ditambahkan, awalnya Walikota Bandung akan melakukan hubungan kerjasama dengan Australia dalam program kerjasama bahasa Inggris berjudul Kamis English, namun akibat kejadian penyadapan maka langsung membatalkan kerjasama program tersebut sebagai bentuk protes terhadap kegiatan penyadapan yang dilakukan Australia demi harga diri bangsa.

Kerjasama bahasa Inggris dengan pihak Australia,  baru pada tahap pembicaraan dan belum tanda tangan kerjasama. Namun demikian, program Kamis English akan tetap dilanjutkan tapi tidak dengan Australia. Mengingat, program Kamis English tetap akan dilaksanakan untuk meningkatkan kecerdasan warga Kota Bandung dalam berbahasa Inggris, jadi setiap Kamis harus berbicara bahasa Inggris di Kota Bandung.

Sikap pembatalan kerjasama Walikota Bandung juga diikuti oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia/KAMMI Kota Bandung menggelar siaran pers terkait penyadapan Australia. Dalam siaran persnya dinyatakan di  situs Jabar.Tribunnews.com Kamis (21/11/2013), isinya antara lain, mendesak Presiden SBY untuk berpikir lebih dalam tentang upaya melindungi Kepentingan Nasional Bangsa Indonesia dalam kasus penyadapan oleh AS dan Australia ini.  Bukan hanya tentang etika hubungan negara bersahabat, kasus penyadapan ini adalah bentuk ancaman nyata dari AS dan Australia terhadap Kedaulatan dan Keselamatan Bangsa Indonesia. Penyadapan adalah tindakan memata-matai musuh, maka penyadapan AS dan Australia harus dimaknai sikap permusuhan AS & Australia terhadap Indonesia.

Selanjutnya atas nama Kepentingan Nasional Bangsa Indonesia, Indonesia harus mengusir Diplomat AS & Australia. Ini adalah pesan tegas bahwa Pemerintah Indonesia memiliki komitmen besar melindungi Kepentingan Nasional Bangsa Indonesia, dan siap bertindak tegas kepada siapapun yang mengusik dan mengancam Kepentingan Nasional Bangsa Indonesia.

Hal yang senada juga dinyatakan Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana melalui siaran persnya yang diterima Kompas.com, Rabu (20/11/2013), Indonesia belum tegas dalam menyikapi penyadapan yang dilakukan baik oleh Amerika Serikat maupun Australia. Tindakan yang tegas, menurutnya adalah mengusir diplomat kedua negara tersebut.  disamping itu, berdasarkan praktik diplomasi yang umumnya terjadi, kata Hikmahanto, bila ada negara yang mengetahui negaranya disadap, maka negara tersebut akan melakukan pengusiran diplomat. Tindakan tersebut, menurutnya, jauh lebih tegas dibandingkan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia sejauh ini, yakni menuntut penjelasan dan permintaan maaf.


Namun kata pengusiran menurut Wawan Purwanto, Pengamat intelijen Universitas Indonesia (UI) di Tribunnews.com, Minggu (24/11/2013), menyatakan, sikap pemerintah Indonesia terhadap Australia bisa lebih keras lagi melalui pengusiran diplomatnya. Namun demikian, sikap mengusir diplomat Australia masih belum perlu dilakukan dan kita tetap perlu jaga hubungan.

Dampak kegiatan penyadapan intelijen Australia terhadap Indonesia dengan aksi kemarahan, berbagai tanggapan maupun pembatalan kerjasama, dinilai wajar mengingat harga diri dan eksistensi bangsa harus dikedepankan oleh segenap bangsa Indonesia. Namun demikian, pengusiran maupun pemutus hubungan negara tergantung oleh presiden sebagai political policy yang mengimplimentasikan kebijakan baru untuk keamanan negara. Political policy presiden tersebut harus didukung semua komponen warga negara sehingga keberadaan martabat bangsa menjadi eksis dinegara ini.

Oleh Eggay (Mahasiswa Pasca Magister Administrasi Publik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar