Selasa, 26 November 2013

Polwan Sekarang boleh Mengenakan Jilbab


Oleh: Mochamad Purnaegi Safron
Pasca Kapolri Jenderal Sutarman mengizinkan para anggota polisi wanita atau polwan mengenakan jilbab merupakan terobosan sekaligus strategis awal memimpin sebagai Kapolri baru yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Terobosan penggunaan jilbab itu direspon positif dari berbagai kalangan. Meskipun belum dialokasikan untuk pengadaan jilbab sudah disambut baik oleh polwan untuk seragam kedinasannya.

Dukungan Polwan Jilbab
Terobosan pemakaian kedinasan jilbab itu didukung oleh anggota Komisi III Dimyati Natakusumah dari Fraksi PPP yang dimuat di situs detik.com, Senin (25/11/2013). "Patut diapresiasi peraturan Kapolri baru dan perlu diatur ketentuan tentang Polwan yang diizinkan mengenakan jilbab dan siap mendukung anggaran terkait penerapan ketentuan tersebut”.

Selain Komisi III DPR-RI, dukungan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Putut Eko Bayuseno, dalam pernyataan di situs detik.com  Senin (25/11/2013). “Tidak keberatan anggota Polwan yang ingin mengenakan jilbab. Namun pesannya tetap menjaga perilakunya sesuai akidah Islam. Menggunakan jilbab itu identitas yang bersangkutan adalah seorang muslimah. Untuk itu, wajib dia melakukan tindakan yang diatur dalam agama Islam”.  

Dukungan Kapolda Metro Jaya juga dari Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Unggung Cahyono, menyatakan “Mempersilahkan bila ada anggota polwan di seluruh wilayah Jawa Timur yang ingin memakai jilbab. Instruksi tersebut berdasarkan Kapolri yang memperbolehkan anggota polwan yang ingin berjilbab. Saat ini, Polres Sidoarjo sudah melaksanakan pembolehan bagi anggota polwan untuk mengenakan jilbab saat bertugas”.

Kapolres Sidoarjo Ajun Komisaris Besar Polisi Marjuki kepada REPUBLIKA.CO.ID, (23/11/13) mengatakan, “Memerintahkan kepada sejumlah polisi wanita (polwan) yang mengenakan jilbab untuk menjaga keamanan saat ada demonstrasi di kabupaten setempat. "Dengan menempatkan anggota polwan berjilbab, diharapkan bisa meredam emosi para demonstran saat demonstrasi berlangsung." 

Menurutnya, “Saat ini dari sekitar seratus orang anggota polwan yang ada di lingkungan Kepolisian Resor Sidoarjo, sebanyak 70 persen di antaranya sudah mengenakan jilbab. "Kami tidak memberikan paksaan kepada para polwan untuk mengenakan jilbab. Tetapi, pada kenyataannya para polwan saat berdinas lebih senang mengenakan jilbab."

Dukungan FPI
Dukungan polwan memakai jilbab datang dari Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta, Habis Salim Al-Atas yang di situs REPUBLIKA.CO.ID, Sabtu (23/11/13). Menyatakan, “FPI DKI akan mengawal langkah Kapolri mengeluarkan izin resmi para polwan berjilbab saat bertugas. Sebab, izin polwan berjilbab baru sekadar ucapan Kapolri Jenderal Pol Sutarman, belum keluar peraturan resmi. Izin polwan berjilbab memang harus dituangkan dalam peraturan resmi. Hal itu untuk mengantisipasi pihak yang tidak setuju terhadap izin tersebut.”

Tanggapan Polwan
“Beberapa polwan yang ingin memakai jilbab mendapat respon baik. Alhamdulillah, Kapolres Sidoarjo AKBP Marjuki mempersilahkan anggota untuk mengenakan jilbab yang diinginginkannya tanpa ada unsur paksaan. Sambil menunggu instruksi resmi, para anggota Polwan Sidoarjo sudah sepakat memesan jilbab. Sesuai dengan desain yang ada seperti di Aceh. Dan untuk awal ini sudah pesan 100 hijab". Menurut Kasubag Program Bagren Polres Sidoarjo AKP Dwi Yuliati di situs detik.com, Kamis (21/11/2103).

Tanggapan Komnas Perempuan
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yetrianni menyatakan pendapat, pernyataan di situs REPUBLIKA.CO.ID, (Sabtu (23/11).  “Izin yang dikeluarkan Kapolri kepada para polwan untuk mengenakan jilbab sudah tepat. Namun jangan sampai jilbab menimbulkan ketegangan baru. Polisi diharapkan akan netral untuk menangani kasus. Jika polisi sudah netral yang harus dipikirkan adalah masyarakatnya yang memandang”.

“Bayangkan, jika ada konflik SARA seperti di Poso, dan yang turun ke lapangan adalah Polwan berjilbab. Bukan polwan berjilbabnya yang disalahkan, tapi bagaimana nantinya pikiran masyarakat yang minoritas melihat polwan berjilbab, sementara didekatnya ada konflik terkait SARA, dan jilbab merupakan simbol”.

Pada prinsipnya penerapan penggunaan jilbab sebagai kedinasan, sudah diterapkan di beberapa negara yang mayoritas non-Muslim seperti di Hungaria, Swedia, Inggris, Denmark, Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS), polisi dan Tentara Wanita Muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab saat bertugas. Padahal, sebagian besar penduduk di negara-negara tersebut adalah Nasrani.

Negara Eropa seperti di Selandia Baru banyak Polwan berjilbab yang sibuk mengatur lalu lintas. Pun di Inggris, polwan berjilbab ada yang bertugas di satuan sabhara atau reskrim, tidak hanya ditempatkan di satuan lalu lintas saja. Di Denmark, mengizinkan Muslimah berjilbab untuk mengikuti pendidikan militer. AS bahkan tidak melarang sejumlah tentara wanitanya memakai jilbab ketika bertugas.

Kebebasan untuk mengenakan jilbab diprediksikan semakin lama semakin berkembang dan banyak yang mendukung pemakaian jilbab bagi Korps wanita Polri dan TNI. Dukungan terus mengalir dari banyak pihak, bukan hanya perseorangan tetapi juga lembaga seperti MUI, Komnas HAM bahkan Kompolnas. Kebebasan mengenakan jilbab itu sudah  diatur dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.  Dengan UU tersebut semakin menguatkan hak dasar yang telah diatur dalam konstitusi bagi warga negaranya.


Eggay (Mahasiswa Pasca Magister Administrasi Publik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar