Oleh: Mochamad Purnaegi Safron
Pasca Kapolri Jenderal Sutarman mengizinkan para anggota polisi wanita atau polwan mengenakan jilbab merupakan terobosan sekaligus strategis awal memimpin sebagai Kapolri baru yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Terobosan penggunaan jilbab itu direspon positif dari berbagai kalangan. Meskipun belum dialokasikan untuk pengadaan jilbab sudah disambut baik oleh polwan untuk seragam kedinasannya.
Pasca Kapolri Jenderal Sutarman mengizinkan para anggota polisi wanita atau polwan mengenakan jilbab merupakan terobosan sekaligus strategis awal memimpin sebagai Kapolri baru yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Terobosan penggunaan jilbab itu direspon positif dari berbagai kalangan. Meskipun belum dialokasikan untuk pengadaan jilbab sudah disambut baik oleh polwan untuk seragam kedinasannya.
Dukungan Polwan Jilbab
Terobosan
pemakaian kedinasan jilbab itu didukung oleh anggota Komisi III Dimyati Natakusumah
dari Fraksi PPP yang dimuat di situs detik.com, Senin (25/11/2013). "Patut
diapresiasi peraturan Kapolri baru dan perlu diatur ketentuan tentang Polwan
yang diizinkan mengenakan jilbab dan siap mendukung anggaran terkait penerapan
ketentuan tersebut”.
Selain
Komisi III DPR-RI, dukungan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Putut Eko Bayuseno,
dalam pernyataan di situs detik.com Senin
(25/11/2013). “Tidak keberatan anggota Polwan yang ingin mengenakan jilbab. Namun
pesannya tetap menjaga perilakunya sesuai akidah Islam. Menggunakan jilbab itu
identitas yang bersangkutan adalah seorang muslimah. Untuk itu, wajib dia melakukan tindakan yang diatur dalam agama Islam”.
Dukungan
Kapolda Metro Jaya juga dari Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Unggung Cahyono, menyatakan “Mempersilahkan
bila ada anggota polwan di seluruh wilayah Jawa Timur yang ingin memakai
jilbab. Instruksi tersebut berdasarkan Kapolri yang
memperbolehkan anggota polwan yang ingin berjilbab. Saat ini, Polres Sidoarjo sudah melaksanakan pembolehan bagi anggota polwan untuk
mengenakan jilbab saat bertugas”.
Kapolres Sidoarjo Ajun Komisaris Besar
Polisi Marjuki kepada REPUBLIKA.CO.ID,
(23/11/13) mengatakan, “Memerintahkan kepada sejumlah polisi
wanita (polwan) yang mengenakan jilbab untuk menjaga keamanan saat ada
demonstrasi di kabupaten setempat. "Dengan menempatkan anggota polwan
berjilbab, diharapkan bisa meredam emosi para demonstran saat demonstrasi
berlangsung."
Menurutnya, “Saat ini dari sekitar seratus orang anggota polwan yang ada di lingkungan Kepolisian Resor Sidoarjo, sebanyak 70 persen di antaranya sudah mengenakan jilbab. "Kami tidak memberikan paksaan kepada para polwan untuk mengenakan jilbab. Tetapi, pada kenyataannya para polwan saat berdinas lebih senang mengenakan jilbab."
Dukungan
FPI
Dukungan polwan memakai jilbab datang
dari Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta, Habis Salim Al-Atas yang di situs
REPUBLIKA.CO.ID, Sabtu (23/11/13). Menyatakan, “FPI DKI akan mengawal langkah
Kapolri mengeluarkan izin resmi para polwan berjilbab saat bertugas. Sebab,
izin polwan berjilbab baru sekadar ucapan Kapolri Jenderal Pol Sutarman, belum
keluar peraturan resmi. Izin polwan berjilbab memang harus dituangkan dalam
peraturan resmi. Hal itu untuk mengantisipasi pihak yang tidak setuju terhadap
izin tersebut.”
Tanggapan Polwan
“Beberapa
polwan yang ingin memakai jilbab mendapat respon baik. Alhamdulillah, Kapolres
Sidoarjo AKBP Marjuki mempersilahkan anggota untuk mengenakan jilbab yang diinginginkannya
tanpa ada unsur paksaan. Sambil menunggu instruksi resmi, para anggota Polwan
Sidoarjo sudah sepakat memesan jilbab. Sesuai dengan desain yang ada seperti di
Aceh. Dan untuk awal ini sudah pesan 100 hijab". Menurut Kasubag Program
Bagren Polres Sidoarjo AKP Dwi Yuliati di situs detik.com, Kamis (21/11/2103).
Tanggapan Komnas Perempuan
Ketua
Komnas Perempuan, Andy Yetrianni menyatakan pendapat, pernyataan di situs REPUBLIKA.CO.ID,
(Sabtu (23/11). “Izin yang dikeluarkan
Kapolri kepada para polwan untuk mengenakan jilbab
sudah tepat. Namun jangan sampai jilbab menimbulkan ketegangan baru. Polisi
diharapkan akan netral untuk menangani kasus. Jika polisi sudah netral yang
harus dipikirkan adalah masyarakatnya yang memandang”.
“Bayangkan, jika ada konflik SARA
seperti di Poso, dan yang turun ke lapangan adalah Polwan berjilbab. Bukan
polwan berjilbabnya yang disalahkan, tapi bagaimana nantinya pikiran masyarakat
yang minoritas melihat polwan berjilbab, sementara didekatnya ada konflik
terkait SARA, dan jilbab merupakan simbol”.
Pada prinsipnya penerapan penggunaan
jilbab sebagai kedinasan, sudah diterapkan di beberapa negara yang mayoritas
non-Muslim seperti di Hungaria, Swedia, Inggris, Denmark, Australia, Selandia
Baru dan Amerika Serikat (AS), polisi dan Tentara Wanita Muslimah diperbolehkan
mengenakan jilbab saat bertugas. Padahal, sebagian besar penduduk di
negara-negara tersebut adalah Nasrani.
Negara Eropa seperti di Selandia Baru
banyak Polwan berjilbab yang sibuk mengatur lalu lintas. Pun di Inggris, polwan
berjilbab ada yang bertugas di satuan sabhara atau reskrim, tidak hanya
ditempatkan di satuan lalu lintas saja. Di Denmark, mengizinkan Muslimah
berjilbab untuk mengikuti pendidikan militer. AS bahkan tidak melarang sejumlah
tentara wanitanya memakai jilbab ketika bertugas.
Kebebasan
untuk mengenakan jilbab diprediksikan semakin lama semakin berkembang dan
banyak yang mendukung pemakaian jilbab bagi Korps wanita Polri dan TNI.
Dukungan terus mengalir dari banyak pihak, bukan hanya perseorangan tetapi juga
lembaga seperti MUI, Komnas HAM bahkan Kompolnas. Kebebasan mengenakan jilbab
itu sudah diatur dalam pasal 29 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan UU
tersebut semakin menguatkan hak dasar yang telah diatur dalam konstitusi bagi
warga negaranya.
Eggay (Mahasiswa Pasca Magister
Administrasi Publik)