Jakarta - Permasalahan
imigran gelap sepertinya tidak akan pernah selesai. Ini menjadi serius, karena
kenekatan dari para imigran melewati laut Indonesia. Padahal, tidak sedikit
kapal yang ditumpangi tenggelam. Melihat kondisi itu perlu dicari jalan
keluarnya. Hal itu menurut Y Paonganan, Direktur
Indonesia Maritime Institute (IMI).
Menurut informasi Kepala Pos SAR
Palabuhanratu Basarnas, Zaenal Arifin bahwa sebuah kapal yang mengangkut sekitar 80 imigran gelap tenggelam di perairan
Cianjur, Jumat (27/9/13). Korban imigran gelap tersebut diperoleh informasi terdapat
22 orang imigran gelap meninggal, 23 selamat dan sisanya hilang.
Berita tersebut merupakan satu dari
beratus peristiwa yang terjadi di tanah air mengenai keberadaan imigran yang
datang secara ilegal. Sudah sejak lama Indonesia menjadi negara transit bagi
para imigran terutama dari Timur Tengah yang tujuan utamanya adalah Australia.
Beragam motif mulai ekonomi, suaka politik atau karena keamanan yang terancam
apabila tetap tinggal dinegaranya. Beberapa motif Motif imigran gelap, yakni ;
pertama, Motif ekonomi atau dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik. Kedua,
Motif politik, keamanan dan keselamatan, seperti hanya pengungsi
(refugees) dan pencari suaka (asylum seekers).
Menurut
catatan Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UN High Commissioner for Refugees)
tahun 2010 jumlah pengungsi di dunia adalah sekitar 43.3 juta juta dimana 27.1
di antaranya adalah Internally Displaced Persons dan 15.2 juta jiwa adalah
pengungsi (lintas negara). Negeri asal pengungsi yang terbanyak adalah
berturut-turut Afghanistan, Irak, Somalia, Burma, Colombia, Vietnam, Eritrea,
China, Sri Lanka, Turkey dan Angola. Sedangkan negeri tujuan pengungsi, ataupun
yang kemudian menerima para pengungsi adalah Amerika Serikat, Canada,
Australia, New Zealand, Netherlands, Denmark dan negara-negara Scandinavia
(Swedia, Finlandia dan Norwegia).
Seperti
diketahui, imigran yang masuk ke suatu negeri ada yang secara resmi
(terdaftar/legal) namun ada pula yang tak terdaftar (unregistered/
undocumented/ Ilegal). Mereka yang terdaftar bisa masuk ke suatu negeri secara
resmi (melalui pintu imigrasi resmi) dan terdaftar sebagai imigran resmi. Ada
juga yang masuk melalui pintu imigrasi resmi namun kemudian tidak kunjung
keluar (overstay). Jenis lainnya adalah yang masuk melalui pintu tidak resmi dan
bertahan tinggal di negeri tersebut tanpa dokumen yang resmi. Yang terakhir ini
pantas disebut sebagai imigran gelap.
Peran Indonesia
Indonesia
sampai saat ini belum menjadi anggota (party) dari Konvensi Pengungsi 1951
maupun Protokol 1967 dan juga tidak mempunyai mekanisme penentuan status
pengungsi. Oleh karena itu, selama ini Badan PBB yang mengurusi pengungsi
(UNHCR) –lah yang memproses sendiri setiap permohonan status pengungsi di
Indonesia dengan dibantu badan internasional lain seperti International
Organization for Migration (IOM).
Kendati
belum menjadi pihak dari Konvensi Pengungsi 1951, pemerintah Indonesia dan
pemerintah daerah selama ini telah mendukung proses-proses suaka tersebut
dengan mengijinkan pencari suaka masuk ke wilayah Indonesia, merujuk para
pencari suaka ke UNHCR, dan mengijinkan para pengungsi untuk tinggal di
Indonesia sementara menunggu diperolehnya solusi yang berkelanjutan. Tindakan
pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah ini patut dipuji. Ini adalah
implementasi dari asas non refoulement dalam Konvensi Pengungsi 1951 (tidak
mengusir/ memulangkan kembali ke negeri asal apabila kondisi negerinya masih
tidak kondusif). Langkah berikutnya adalah membantu pemprosesan status para
pengungsi tersebut dan tidak sekali-sekali melakukan kekerasan terhadap mereka
dalam segala bentuknya.
Indonesia – Australia
Penanganan
solusi imigran gelap Indonesia – Australia dinilai essensial, mengingat imigran
gelap kedua negara tersebut menjadi korban penyelundupan. Selain itu, imigran
menjadi tujuan utama ke Christmas Island. Penanganan kedua tersebut diterapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat
menerima kunjungan Perdana Menteri Australia Tony Abbott di Istana Merdeka
Jakarta Senin (30/9/13). Kunjungan pertemuan tersebut merupakan solusi terbaik
untuk mengatasi penyelundupan manusia atau imigran gelap adalah dengan kerja
sama bilateral yang efektif. Termasuk Indonesia dan Australia yang juga
merupakan korban penyelundupan manusia.
Penegakkan HAM untuk imigran gelap yang tertangkap selama ini dinilai cukup baik. Namun harus ada perbaikan berkelanjutan baik dari aspek aparatnya maupun aspek lain. Selain itu, Pemerintah harus bekerjasama dengan organisasi dunia seperti UNHCR dalam menangani masalah imigran gelap secara komperehensif, mengingat kasus imigran gelap yang masuk ke wilayah Indonesia menjadi primadona menuju pulau Christmas. Ok, Bro!
by Eggay
Tidak ada komentar:
Posting Komentar